Drug Free Community

Memanusiakan Manusia Indonesia


Tinggalkan komentar

Dukung Walikota Surabaya untuk Penutupan Dolly…

Pro Kontra Penutupan Lokalisasi DOLLY terbesar Se-ASia Tenggara pada tanggal 18 Juni oleh Pemerintaj Kota Surabaya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Kementrian Sosial Republik Indonesia, Drug Free Community bersikap MENDUKUNG PENUTUPAN Lokalisasi apapun di Kota Surabaya khususnya dan Indonesia Umumnya..

Alasannya

1. Penularan HIV dan AIDS terus bertambah tanpa terkendali karena pekerja seksual yang positif HIV tidak juga dapat dikontrol

2. Keberadaan lokalisasi sama dengan memberikan peluang perempuan-perempuan dilacurkan

3. Hak Azasi Manusia para pasangan yang setia dan anak-anak yang akan lahir direnggut oleh HIV dan AIDS

4. Lokalisasi bak Akuarium Asusila merusak MORAL generasi muda

5. Keberadaan Lokalisasi signifikan dengan pertumbuhan pemabuk, pecandu, perdagangan manusia, dan kriminalitas lain

6. Kemiskinan bukan alasan untuk menjadi Pelacur dan atau Mucikari

 

Pada tanggal 15 Juni 2014, Drug Free Community akan melakukan aksi dukungan penutupan Lokalisasi bersama Green Nurses Corp dan Komunitas Tunjungan Ikon Surabaya. Acara akan diselenggarakan dalam event rutin Ngamen dari Komunitas Tunjungan Ikon Surabaya, di depan Hotel Majapahit, saat acara Car Free Day hari Minggu….

 

leaflet

 

 


2 Komentar

ALDA, Si Bayi Suspect HIV yang Termarginalkan oleh Negara

Ini kisah tentang ALDA si bayi cantik yang lahir tanpa tanggung jawab seorang Bapak, dilahirkan seorang remaja belia yang cantik dan teridentifikasi positif HIV. Si bayi ditinggal di panti asuhan dan ketika diketahui si bayi suspect HIV, para pengasuh panti bingung dan takut.

Selasa, 26 Nopember 2014, belum siang ada telpon dari Kepala Perawat di UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya, beliau meminta tolong kami untuk membantu mencarikan panti asuhan yang bersedia merawat bayi umur satu bulan suspect HIV (reaktif hasil tes rapid dan tiga metode). Bayi ini sendiri sejak lahir dirawat di UPT Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur di Kabupaten Sidoarjo. Selain membuka info di media sosial dengan harapan ada jejaring sosial yang bisa membantu, kami coba melaporkan via sms ke staf Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi (KPAP) Jawa Timur. Di jejaring sosial ada seorang Romo yang segera merespon bersedia menerima bayi tersebut dan merawatnya di panti asuhan milik gereja. Meskipun di jejaring banyak orang bicara sok moralis, sok peduli sosial, bahkan sebagian ada politikus, ternyata berbicara dan bertindak tidak selalu seiring dan sejalan.

Bagaimana dengan respon dari KPAP, seperti biasanya tidak ada tindakan apapun meski tupoksi mereka adalah koordinasi program penanggulangan AIDS. Untuk kesekian kalinya melaporkan masalah AIDS pada orang KPAP Jawa Timur sejak kami mulai intens di advokasi kesehatan masyarakat marginal Juni 2012, tidak ada satu pun laporan yang direspon positif apalagi ditindaklanjuti secara kongkrit. Berbicara dengan orang KPAP sama dengan berbicara dengan orang gila, hanya sebuah kesia-siaan belaka.

Diantara kegalauan hati dan keprihatinan, Alhamdulillah masih ada pasangan suami istri menikah lima tahun tidak memiliki anak bersedia untuk merawat dan menjaganya sebagai anaknya sendiri. Tanpa perlu proses panjang bayi cantik itu diserahterimakan dari UPT LKSA Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur kepada lembaga kami Drug Free Community, yang selanjutnya kami titipkan kepada suami istri tersebut. Sebaik-baiknya seorang bayi adalah tumbuh dan berkembang dalam kasih sayang ayah dan ibu, meskipun bukan ayah dan ibu kandungnya.

Serah terima dari UPT LKSA Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur ke Drug Free Community

Serah terima dari UPT LKSA Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur ke Drug Free Community

UPT LKSA Dinas Sosial Propinsi di Sidoarjo adalah sebuah lembaga resmi milik pemerintah propinsi yang bertanggung jawab merawat dan mengasuh balita-balita terlantar, mestinya bayi cantik yang terlantar itu sudah benar berada pada mereka, tetapi karena tidak mengertinya para pengasuh disana bagaimana merawat bayi suspect HIV sehingga ada kebingungan mendekati paranoid. Mereka takut bayi cantik itu akan menularkan virus pada bayi-bayi yang lain sehingga harus diletakkan di ruang isolasi, begitupun saat memandikan mereka menggunakan sarung tangan. Bagaimana mungkin sebuah lembaga milik Dinas Sosial belum memahami bagaimana cara penularan HIV.

Dinas Sosial Jawa Timur adalah bagian dari Pokja Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi Jawa Timur. Apalagi UPT LKSA ini banyak menerima bayi-bayi terlantar baik korban trafficking maupun korban hamil di luar nikah. Hubungan seksual adalah faktor tertinggi penularan HIV, trafficking dan atau seks bebas adalah kegiatan atau perilaku beresiko tinggi penularan HIV. Bagaimana mungkin sebuah lembaga yang terkait langsung dengan bayi-bayi hasil perbuatan beresiko tinggi ini belum terpahamkan pengetahuan tentang HIV & AIDS.

Sebuah diskusi kecil dengan beberapa teman, mereka mengatakan bahwa tanggung jawab Dinas Sosial adalah terkait masalah social orang-orang miskin, orang terlantar, dan orang-orang berkebutuhan khusus, yang secara fisik (bio medis) dikatakan tidak sakit. Orang-orang berkebutuhan khuss ini seperti pecandu, PSK, orang cacat, orang jompo, dan korban bencana. Bagaimana dengan orang-orang yang terinfeksi HIV atau ODHA??? Dinas Sosial hanya membantu di bidang pelatihan-pelatihan ketrampilan pada ODHA yang secara kasat mata tidak sakit. Bagaimana dengan ODHA yang kondisi lemah (sakit dan atau pemulihan), ketika mereka diusir oleh keluarga dan atau masyarakat, adakah tempat di bawah tanggung jawab Dinas Sosial yang bisa menerima dan melindungi mereka. Faktanya beberapa kali kasus pasien terlantar kondisi pemulihan pulang dari RSUD Dr. Soetomo tidak ada tempat di Dinas Sosial yang bisa menampungnya, karena memang tidak ada tempat khusus untuk orang yang masih kategori sakit tetapi tidak dirawat di rumah sakit.

Dinas Kesehatan seolah sudah merasa cukup bahwa tanggung jawab mereka adalah memberikan pengobatan dan tindakan-tindakan medis sebatas di rumah sakit, lepas dari rumah sakit maka lepas pula tanggung jawabnya. Ada satu masa tanggung jawab yang terputus antara saat pasien sakit dan sehat, masa pemulihan ini menjadi masa transisi dimana ternyata tidak atau belum ada institusi Negara yang bertanggung jawab. Pada masa pemulihan tentunya pasien tidak bisa dituntut untuk produktif dan melakukkan kegiatan mandiri, dia masih membutuhkan bantuan orang lain atau perawat.

Kembali ke masalah bayi terlantar suspect HIV. Secara medis dia harus mendapatkan terapi pengobatan ARV yang bersifat rutin tiap hari sampai si bayi dinyatakan non reaktif/negatif HIV atau seumur hidup saat si bayi dinyatakan reaktif/positif HIV. Siapa seharusnya yang paling bertanggung jawab. Dia bukan satu-satunya bayi yang suspect HIV, banyak bayi-bayi dan anak-anak yang terlahir suspect HIV dan sebagian besar tes lanjutan teridentifikasi positif HIV. Di dampingan kami ada lebih 50 anak positif HIV & AIDS dan atau suspect HIV, sebagian besar mereka saat ini sudah kehilangan satu dan atau kedua orang tuanya. Mereka terlahir dengan warisan virus tanpa warisan harta, mereka terlahir dengan stigma yang menyertainya.

Tulisan ini hanyalah sebatas curahan hati dan kegelisahan kami atas masa depan mereka, dan hanya akan menjadi sebuah tulisan tanpa makna bila hati anda tidak tersentuh dan mulai peduliā€¦

ditulis oleh Mila Machmudah

Peringatan Hari AIDS Se-Dunia 2011

Tinggalkan komentar

“Save Children from AIDS”

Surabaya, 1-3 Desember 2011

Royal Craft Center – Lantai LG – Royal PlazaĀ 

Selama ini penanggulangan HIV dan AIDS lebih terkosentrasi pada populasi kunci. Populasi anak masih kurang diperhatikan, misal hak anak dalam program PMTCT, ART khusus untuk anak, edukasi tentang kesehatan reproduksi pada anak dan remaja juga masih banyak dianggap tabu, perlindungan anak dari kekerasan dan eksploitasi seks dan narkoba, hingga pendampingan kasus anak dan atau remaja bermasalah yang beresiko tinggi melakukan tindakan/perilaku seks bebas dan penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sampai bulan Juni 2011 (update data tertanggal 27 Juli 2011), jumlah kumulatif kasus AIDS berdasarkan resiko penularan tertinggi adalah dari hubungan seksual hetero dengan jumlah 14.513 orang dari total jumlah 26.483 orang (54,8%). Kasus AIDS dari faktor resiko transmisi perinatal adalah 742 orang/anak (2,8%). Berdasarkan jenis kelamin kasus perempuan positif mencapai 7.255 orang (27,4%). Berdasarkan usia, total usia anak 0-19 tahun yang terinfeksi HIV/AIDS ada 1.616 orang/anak (6,1%), usia remaja sendiri (15-19 tahun) adalah 821 orang/anak (3%). Usia Produktif 20-39 tahun mencapai 20.630 orang (77,9%), dimana yang masuk kategori orang muda 20-30 tahun 12.288 orang (46,4%). Memperhatikan data di atas ada beberapa situasi yang bisa diasumsikan:

  1. Kasus penularan HIV dari Ibu ke bayi cukup signifikan maka perlu adanya perhatian khusus.
  2. Jumlah usia produktif 20-39 tahun mencapai 77.9% kasus maka resiko kehamilanpun cukup tinggi, yang artinya resiko penularan kepada bayi bila tidak ada penanganan sejak dini akan cukup tinggi pula.
  3. Adanya kasus remaja terinfeksi HIV dan menjadi introspeksi di kalangan keluarga dan dunia Pendidikan.
  4. Kasus AIDS di kalangan usia orang muda yang mencapai 46,4% bisa diasumsikan bahwa mereka kemungkinan tertular pada masa remaja.

Pada asumsi 1 dan 2 saat ini telah digalakkan Program PMTCT dimana ada 3 (tiga) Intervensi:

  1. Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif
  2. Menurunkan viral load/kadar virus serendah-rendahnya
  3. Meminimalkan paparan janin dan bayi terhadap cairan tubuh ibu
  4. Memaksimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif

Mengingat adanya kemungkinan transmisi vertikal dan adanya kerentanan tubuh selama proses kehamilan maka pada dasarnya perempuan dengan positif HIV dianjurkan untuk tidak hamil. Dengan Alasan hak asasi manusia, perempuan ODHA dapat memberikan kepututusan untuk hamil setelah melalui proses konseling. Mulai proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, seorang janin/bayi tetap memiliki resiko terpapar. PMTCT dalam perspektif hak asasi ODHA khususnya perempuan ODHA saat ini sangat marak disosialisasikan. Bagaimana dengan perspektif hak asasi anak? Dalam penjelasan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komperhensif maka kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut:

  1. Nondiskriminasi
  2. Kepentingan yang terbaik buat anak
  3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan
  4. Penghagaan terhadap pendapat anak.

Pada dasar pemikiran di atas kami menyelenggarakan seminar/dialog terbuka dengan topik bahasan PMTCT dalam perspektif Hak Anak. Acara diselenggarakan pada hari Kamis, tanggal 1 Desember 2011, bertepatan dengan Hari AIDS Se-Dunia.

Pembicara yang hadir pada seminar 1 adalah :

1. dr. Yati S. dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur

2. Selvin Pancarina – Koordinator Wilayah Jawa Timur Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI)

3. Yuliati Umrah, S.IP. Ā – Direktur Yayasan Arek Lintang (ALIT) Surabaya

Moderator adalah Dr. Ananto Sidohutomo, MARS.

Seminar 1 : PMTCT dalam Perspektif Hak Anak
Seminar 1 : PMTCT dalam Perspektif Hak Anak

Pada poin 3 dan 4 dapat diperhatikan bahwa penularan HIV di kalangan remaja dan orang muda cukup tinggi. Penularan HIV di lingkungan anak muda faktor paling beresiko adalah seks bebas dan narkotika maka perlu menjadi perhatian keluarga dalam hal ini orang tua dan perhatian kalangan pendidik dalam hal ini guru, karena merekalah orang-orang yang langsung berinteraksi dengan anak/siswa. Penyalahgunaan narkotika seringkali beriringan dengan adanya perilaku seks bebas, maka pendidikan tentang seks sejak dini sudah perlu dilakukan. Pada kesempatan ini kami juga menyelenggarakan seminar/dialog terbuka dengan topik bahasan Peranan Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja pada hari ke-2, Jumat, tanggal 2 Desember 2011.

Pembicara pada seminar ke-2 ini adalah :

1. Ā Drs. H. Arief Sadhono S, M.Psi – Dinas Pendidikan Kota Surabaya

2. Drs. M. Ikhsan, M.Si – Kepala Bapemas KB Kota Surabaya

3. Dr. Ananto Sidohutomo, MARS – Bidadari

Moderatornya adalah dr. Rachmat Hargono – Forum Jejaring Peduli AIDS

Seminar 2 : Peran Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja

Seminar 2 : Peran Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja

Seminar 2

Materi Seminar :

1. Ā Ā PMTCT dalam Perspektif Hak Anak – Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur

2. Ā PAPARAN ADVERSITY Q HIV-AIDS – Dinas Pendidikan Kota Surabaya

 

Foto dokumentasi Peringatan Hari AIDS Se-Dunia 2011 bisa dilihat di

http://www.facebook.com/media/set/?set=a.1663035431336.49588.1700745376&type=1

Acara Peringatan Hari AIDS Se-Dunia ini diselenggarakan di Royal Plaza Surabaya (Lantai LG Royal Craft Center) pada tanggal 1-3 Desember 2011. Acara yang mengambil tema Save Children From AIDS ini diselenggarakan atas kerjasama 8 (delapan) Lembaga yang memiliki kepedulian pada masalah AIDS dan Anak, yaitu:

1. Drug Free Community

2. AfterCare MAHAMERU

3. Yayasan Arek Lintang (ALIT) Surabaya

4. Yayasan Bangun Sehat Indonesiaku (YBSI)

5. Bidadari

6. Forum Jejaring Peduli AIDS (FJPA)

7. Couple Community (CC)

8. Organisasi Cinta Kasih Surabaya (ORCIKS)

Didukung oleh :

9. Teater Samudra SMA Barunawati Surabaya

10. JJFM Surabaya dan SMART FM Surabaya

11. Royal Plaza Surabaya

12. Djarum Foundation Sumbangsih Sosial

13. Pelindo III Tanjung Perak Surabaya

This gallery contains 3 photos


2 Komentar

PERAWAN… Stop Seks Bebas !!!

Jagalah mahkotamu karena sesungguhnya itulah singgasana terindah dari cintamu…
Jangan biarkan terenggut hanya karena bujuk dan rayu…
Cinta yang suci tidak akan melukai kekasihnya… kasih sayang adalah menjaga kekasihnya…
Sekali terenggut… esok dirimu akan tercampakkan… dan berakhir sia-sia…

Dirimu tidak akan pernah tahu sesungguhnya siapa kekasihmu…
Saat ini dia memanjakanmu dengan pujian-pujian cintanya…
Tanpa dirimu sadari telah terbius pesonanya…
Hingga mereka meminta mahkotamu sebagai bukti cintamu…

Sekali dirimu ijinkan mahkota tersentuh bukan pada saatnya…
Sekali dirimu pasrahkan mahkota tanpa pernah mengenal siapa dirinya…
Maka… esok dirimu tinggal menunggu waktu…
Saat Dokter berkata bahwa dirimu positif HIV…

Jangan lakukan itu sayang…
Sekali terenggut… harga diri dan masa depanmu pun terenggut…
Jangan biarkan kesenangan sesaat menghancurkan cita dan cintamu di masa depan…

Lindungi hidupmu dan masa depanmu…
Tanpa Narkoba dan Seks Bebas….
Bila dirimu tidak ingin terinfeksi HIV/AIDS…
Saatnya Bangga menjadi PERAWAN hingga saatnya MENIKAH…

Surabaya, 14 Pebruari 2010




3 Komentar

Narkoba dan AIDS dalam Angka…

Data Kasus Narkoba Januari ā€“ Nopember 2009

Gambaran mengenai situasi tindak pidana Narkotika, periode bulan Januari hingga November 2009, adalah sebagai berikut::

  1. Jumlah kasus Narkotika yang berhasil diungkap sebanyak 28.382 kasus, dengan rincian untuk Narkotika sejumlah 9.661 kasus, psikotropika 8.698 kasus, dan bahan berbahaya 10.023 kasus.
  2. Jumlah tersangka yang ditangkap sebanyak 35.299 orang, dengan rincian kasus Narkotika sejumlah 13.051 orang, psikotropika 11.601 orang, dan bahan berbahaya sebanyak 10.647 orang.
  3. Dari jumlah 35.299 orang tersangka tersebut, mayoritas didominasi oleh jenis kelamin laki-laki sebanyak 32.343 orang WNI dan 62 orang WNA. Sedangkan tersangka wanita sebanyak 2.877 orang WNI dan 17 orang WNA.
  4. Adapun untuk usia tersangka, mayoritas adalah mereka yang berusia di atas 30 tahun sebanyak 19.566 orang. Usia di bawah 15 tahun sebesar 102 orang, usia 16 sampai 19 tahun sebanyak 1.596 orang, usia 20 sampai 24 tahun sebanyak 5.023 orang, dan usia 25 sampai 29 tahun sejumlah 9.012 orang.

Usia Tersangka

Jumlah Tersangka

%

Kurang dari 15 tahun

102

0,28%

Antara 15-30 tahun

15.631

44,28%

Lebih dari 30 tahun

19.566

55,43%

Total

35.299

Sumber data Badan Narkotika Nasional (Januari ā€“ Nopember 2009)

Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS

Berdasarkan Tahun Pelaporan sampai Desember 2009

(faktor resiko dari pengguna narkoba jarum suntik/IDU)

Sumber: Ditjen PP & PL Depkes RIĀ  (1 Pebruari 2010)

Faktor Resiko

AIDS

Keterangan DFC

Heteroseksual

10036

Kok jumlahnya beda samaĀ Ā  data yang di bawah 7966???

Homo-Biseksual

659

IDU (Narkoba Jarum Suntik)

8020

Transfusi Darah

20

Transmisi Perinatal

519

Tak Diketahui

719

Total

19.973

Kok selisih 1???

TAHUN

AIDS

AIDS/IDU

%

1987

5

0

0

1988

2

0

0

1989

5

0

0

1990

5

0

0

1991

15

0

0

1992

13

0

0

1993

24

1

4%

1994

20

0

0

1995

23

1

4%

1996

42

1

2%

1997

44

0

0

1998

60

0

0

1999

94

10

10,6%

2000

255

65

25,4%

2001

219

62

28,3%

2002

345

97

28,1%

2003

316

122

38,6%

2004

1195

822

68,79%

2005

2638

1420

53,83%

2006

2873

1517

52,80%

2007

2947

1437

48,76%

2008

4969

1255

32,49%

2009

3863

1156

29,92%

Total

19.972

7.966


12 Komentar

Narkoba dan Seks Bebas

Apakah penyalahgunaan narkoba terkait dengan perilaku seks bebas? Apakah nakoba penyebab maraknya seks bebas? Ataukah seks bebasĀ  yang menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan narkoba?

Penulis bukan pecandu, maka semua tulisan berkaitan dengan narkoba dan seks bebas ini adalah hasil kajian kasus dengan penyalahguna narkoba dan pelaku seks bebas. MetodeĀ  kajian adalah melalui metode observasi, FGD (focus Group Discussion), dan wawancara mendalam (depth interview). Kajian ini dilakukan saat masih sebagai mahasiswa dan saat sebagai aktifis anti narkoba.

Extacy dan Seks Bebas

Dulu, di pertengahan tahun 1990 anak muda Kota Surabaya memiliki tempat kumpul (tongkrongan) di Balai Kota dan Balai Pemuda, yang lokasi keduanya hanya berjarak kurang dari 1 (satu) km. Mereka sering berkumpul di dua tempat tersebut ramainya pada tiap Sabtu malam hingga dini hari hingga saat itu ada istilah ā€œanak hilangā€ untuk memberikan julukan pada remaja yang nongkrong di kedua tempat itu. Saat itu untuk keperluan tugas kuliah perilaku seks, penulis melakukan observasi di kedua tempat tersebut terutama yang di daerah Balai Kota.

Temuan data saat itu adalah bahwa banyak remaja putri bersedia melakukan kegiatan seks bebas tanpa dibayar artinya mereka melakukan kegiatan seks bebas suka sama suka. Imbalan yang mereka peroleh adalah kesenangan untuk makan-makan di plasa (saat itu di Surabaya masih ada dua plasa), hiburan di diskotik, dan atau nonton balapan sepeda (drug race) di Pantai Kenjeran. Saat tahun tersebut di atas ada diskotik yang cukup terkenal di kalangan remaja dan lokasinya pun dekat di antara kedua tempat tersebut, yaitu Studio East disingkat SE. Sehubungan riset pada saat itu hanya sebatas perilaku seks semata maka tidak ada niatan untuk kajian lebih jauh.

Pada tahun 2001, saat penulis mulai aktif di organisasi anti narkoba ternyata ada benang merah antara alasan mereka bersedia melakukan seks bebas tanpa dibayar dengan kemungkinan penyalahgunaan narkoba di kalangan mereka. Diskotik merupakan tempat peredaran dan penyalahgunaan ekstacy (salah satu jenis narkoba), siapapun tidak dapat memungkiri itu. Pantai Kenjeran sendiri selain dulu dikenal sebagai tempat balapan liar, disana juga banyak motel atau hotel esek-esek.

Dampak kerja extacy dalam tubuh kita adalah memacu detak nadi lebih cepat dari normal, bila normal detak nadi antara 60-80 detak permenit, sedangkan setelah mengkonsumsi extacy detak nadi bisa sampai lebih dari 120 detak permenit bahkan lebih, artinya dua kali kerja normal. Detak nadi yang terpacu lebih cepat mengakibatkan badan tidak bisa diam tetapi terus bergerak, yang istilah di kalangan mereka adalah tripping. Perumpamaan sederhana adalah bila kita melakukan aktifitas lari cepat maka detak nadi kita pun akan berpacu lebih cepat, saat kita berhenti otomatis kita tidak bisa langsung diam/tenang tetapi terus bergerak sampai detak itu pelan-pelan menurun. Efek extacy sendiri saat ON cukup lama bisa lebih dari satu jam tergantung jumlah dan kualitas extacynya sendiri. Dengan detak yang terpacu lebih cepat dan lama inilah untuk mengimbanginya maka mereka harus berada di lingkungan house music (diskotik) yang iramanya pun sebenarnya telah dikondisikan sesuai keseimbangan detak tersebut. Saat DROP, dimana efek extacy telah berkurang di detak nadi, efek berikutnya adalah menstimulan/merangsang libido seks. Saat kondisi seperti ini maka siapapun tidak merasa perlu untuk menseleksi siapa partner seksnya.

Dari penjelasan di atas bisa dibuat sebuah analisa sederhana mengapa remaja putri yang suka nongkrong di Balai Kota dan Balai Pemuda saat itu bersedia melakukan seks bebas tanpa dibayar tetapi hanya cukup diajak ke diskotik dan pantai Kenjeran. Logikanya adalah mereka menikmati extacy untuk ON/Tripping dan setelahnya mereka memuaskan nafsu seksnya di wisma atau hotel di Kenjeran.

Pernah ada seorang klien untuk konsultasi, selama ini pemenuhan seksual dia dilakukan di tempat prostitusi sampai suatu saat di datang ke diskotik dan ditawari mengkonsumsi extacy oleh dua wanita purel disana, tentunya bisa ditebak akhir cerita adalah dia melakukan kegiatan seks dengan dua purel tersebut. Dalam konsultasinya dia merasa takut kecanduan narkoba tetapi di sisi lain dia menikmati kegiatan seksualnya yang dipengaruhi efek extacy.

Shabu dan Seks Bebas

 

Shabu adalah jenis narkoba yang memiliki efek menstimulan/merangsang Susunan Saraf Pusat (SSP) untuk bekerja. Efek dari kerja shabu ini dia bisa merangsang seseorang untuk mampu bekerja atau bertahan beraktifitas lebih lama dari orang normal, bisa lebih dari dua hari dua malam bahkan lebih. Shabu sebagai jenis obat yang mempengaruhi SSP seseorang maka kerja efek shabu pada tubuh pun sangat tergantung perintah saraf seseorang, artinya efek shabu pada tubuh seseorang sangat tergantung dari tujuan, orientasi, atau suasana hati pemakainya. Biasanya orang mengkonsumsi shabu seringkali dikaitkan dengan tujuan atau orientasi orang itu atas dampak yang diharapkan, misal untuk kemampuan melakukan aktifitas berlebih (lembur kerja) atau juga untuk orientasi kekuatan (lamanya) aktifitas seksual mereka. Bila saat mengkonsumsi narkoba suasana hati sedang bahagia maka bawaannya akan selalu terlihat ceria dan bahagia, begitu pula bila seseorang dalam keadaan sedih maka dia akan terbawa sedih dan menangis tidak jelas selama tubuh masih dalam pengaruh zat tersebut.

Salah satu orientasi seseorang mengkonsumsi narkoba jenis shabu ini adalah untuk mendukung aktifitas seksual mereka. Harapan mereka dengan mengkonsumsi shabu ini adalah memberikan ā€œkekuatanā€ lebih lama sehingga mampu memuaskan lawan seksnya dan kebutuhan identitas seks mereka sendiri. Efek dari shabu ini pun pada tubuh luar seseorang memberi efek lebih terang dan terkesan lebih bersih, sehingga tidak jarang menjadikan mereka yang mengkonsumsi jenis ini lebih merasa percaya diri. Percaya diri atas penampilan diri memberikan efek identitas seksual mereka yang berbeda, mereka akan merasakan atau menemukan identitas seksual mereka yang baru yaitu lebih percaya diri.

Putaw dan Seks Bebas

Narkoba jenis putaw (Heroin atau opium) ini merupakan narkoba yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi, sehingga bila tanpa putaw mereka akan kesakitan (sakaw).Ā  Pemakaian jenis putaw ini menyebabkan sesorang harus terus menerus mengkonsumsi maka untuk memenuhi kebutuhan mengkonsumsi putaw mereka rela melakukan apapun, seperti mencuri, merampok, dan atau melakukan seks komersil. Seks secara komersil ini dilakukan baik dari pecandu perempuan menjadi pelacur dan pecandu pria menjadi gigolo.

Pada saat mereka mencoba putus obat pun ada efek yang ditimbulkan berkaitan dengan libido seks mereka. Tahapan sakit saat sakaw seperti gunung, awalnya tidak terlalu sakit kemudian sakitnya memuncak pada hari ketiga atau keempat kemudian menurun kembali dan selanjutnya perlahan di hari ketujuh sakitnya mulai hilang, pada saat sakitnya hilang ternyata efek lainnya adalah menimbulkan keinginan berhubungan seksual.

Penutup

Pada sebuah diskusi di kalangan pecandu dengan bahasan tentang hubungan penyalahgunaan narkoba dengan seks bebas, mereka menjawab bahwa bisa dikatakan bahwa hampir semua pecandu narkoba terlibat hubungan seks bebas dan berganti-ganti pasangan. Masing-masing jenis narkoba memiliki efek atau orientasi tentang seks yang berbeda. Selain karena efek dari jenis narkoba itu sendiri, perilaku seks bebas pun menjadi dikomersilkan untuk pemenuhan kebutuhan narkoba bagi kecanduannya.

Siapa yang menjadi penyebab narkoba atau seks bebas, jawabannya seperti telur dan ayam. Siapa yang lebih dulu setiap orang memiliki jawaban tersendiri, yang pasti narkoba dan seks bebas adalah penyebab penularan HIV terbesar. Apapun jawaban atau pilihan anda, narkoba dan seks bebas bukan pilihan yang tepat untuk hidup lebih baik.

Mila M. Djamhari, S.Sos.

(Alumni Antropologi Universitas Airlangga Surabaya dan Leader Drug Free Community)